Mengupas Sejarah Rimpu: Hijab Ala Suku Mbojo Bima yang Unik

26 Juni 2024, 20:12 WIB
Rimpu /Joe/

 

MANDALIKA PIKIRAN RAKYAT - Di tengah kekayaan budaya Indonesia, salah satu tradisi yang menonjol adalah "Rimpu," hijab tradisional khas suku Mbojo di Bima, Nusa Tenggara Barat. Rimpu bukan sekadar penutup kepala, melainkan simbol identitas, keindahan, dan kehormatan bagi perempuan Mbojo. Mengupas sejarah dan makna Rimpu membawa kita pada perjalanan panjang yang kaya akan nilai budaya dan spiritual.

 

Asal Usul dan Sejarah Rimpu

Rimpu pertama kali diperkenalkan oleh penyebar agama Islam di Bima pada abad ke-16. Islam datang ke Bima melalui para pedagang dan ulama dari Arab dan Gujarat, yang tidak hanya membawa ajaran agama tetapi juga budaya dan tradisi mereka. Salah satu tradisi yang diadopsi adalah cara berpakaian yang lebih tertutup bagi perempuan, sejalan dengan ajaran Islam tentang kesopanan dan kehormatan.

 

Rimpu terbuat dari dua lembar kain sarung tenun khas Bima. Kain pertama dikenakan untuk menutup tubuh bagian bawah hingga pinggang, sementara kain kedua dipakai untuk menutup tubuh bagian atas hingga kepala, meninggalkan hanya wajah yang terlihat. Ada dua jenis Rimpu: "Rimpu Mpida," yang menutupi seluruh tubuh termasuk wajah dengan hanya mata yang terlihat, dan "Rimpu Colo," yang menutupi seluruh tubuh tetapi wajah dibiarkan terbuka.

 

Simbolisme dan Makna

Rimpu bukan hanya tentang kepatuhan terhadap ajaran agama, tetapi juga simbol identitas budaya Mbojo. Menggunakan Rimpu menunjukkan rasa hormat dan komitmen terhadap nilai-nilai adat dan agama. Dalam kehidupan sehari-hari, Rimpu juga melambangkan kesopanan, kehormatan, dan kemurnian seorang perempuan.

 

Selain itu, Rimpu juga merupakan penanda status sosial dan acara tertentu. Dalam upacara adat, pernikahan, dan acara keagamaan, Rimpu menjadi busana wajib yang menunjukkan rasa hormat dan penghormatan terhadap tradisi. Warna dan motif kain tenun yang digunakan dalam Rimpu juga memiliki makna tersendiri, mencerminkan status sosial dan keindahan seni tenun tradisional Bima.

 

Proses Pembuatan

Kain tenun yang digunakan untuk Rimpu biasanya dibuat dengan tangan oleh para pengrajin lokal. Proses pembuatan kain tenun ini sangat teliti dan memakan waktu, mulai dari pemintalan benang, pewarnaan, hingga penenunan. Motif dan warna kain tenun Bima sangat khas, seringkali menggambarkan alam dan kehidupan sehari-hari masyarakat Bima.

 

Penggunaan pewarna alami dari tumbuhan dan teknik tenun tradisional menghasilkan kain yang tidak hanya indah tetapi juga berkualitas tinggi. Setiap lembar kain tenun memiliki cerita dan makna yang mendalam, membuat Rimpu lebih dari sekadar pakaian, tetapi juga karya seni yang menghargai warisan budaya.

 

Modernisasi dan Pelestarian

Seiring berjalannya waktu, Rimpu mengalami berbagai perubahan dan adaptasi sesuai dengan perkembangan zaman. Generasi muda Bima kini mulai memadukan elemen Rimpu dengan busana modern, menciptakan gaya yang unik dan tetap menghormati tradisi. Namun, esensi dan makna Rimpu sebagai simbol kehormatan dan identitas budaya tetap dipertahankan.

 

Pemerintah daerah dan komunitas adat juga aktif dalam melestarikan tradisi Rimpu melalui berbagai kegiatan, seperti festival budaya, lomba fashion Rimpu, dan pelatihan tenun. Upaya ini penting untuk memastikan bahwa Rimpu tetap hidup dan dikenal oleh generasi mendatang.

 

Rimpu adalah lebih dari sekadar hijab tradisional; ia adalah manifestasi dari identitas, keindahan, dan kehormatan perempuan Mbojo. Melalui sejarah dan simbolisme yang mendalam, Rimpu mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga dan menghormati warisan budaya. Sebagai salah satu kekayaan budaya Indonesia, Rimpu tidak hanya memperkaya kehidupan masyarakat Bima tetapi juga menambah keanekaragaman budaya Indonesia yang luar biasa.***

Editor: Hayyan

Tags

Terkini

Terpopuler