MK Tolak Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres Maksimal 70 Tahun

- 23 Oktober 2023, 14:18 WIB
Suasa sidang di Mahkamah Konsitusi (MK) pada Senin, 23 Oktober 2023.
Suasa sidang di Mahkamah Konsitusi (MK) pada Senin, 23 Oktober 2023. /Pikiran Rakyat/Boy Darmawan/


MANDALIKA PIKIRA RAKYAT 
- Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan untuk menolak gugatan uji materi terkait Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang mengatur batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) maksimal 70 tahun.

Gugatan tersebut diajukan oleh tiga warga negara Indonesia (WNI), Wiwit Ariyanto, Rahayu Fatika Sari, dan Rio Saputro, yang diwakili oleh 98 orang advokat yang tergabung dalam Forum Aliansi '98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan Hak Asasi Manusia.

Dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK RI, Ketua MK Anwar Usman menyatakan, "MK menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya."

Para pemohon memfokuskan gugatan mereka pada dua pokok permohonan. Pertama, mereka memohon MK menyatakan bahwa Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD Negara RI Tahun 1945 selama tidak dimaknai "berusia paling rendah 40 tahun dan paling tinggi 70 tahun pada proses pemilihan."

Kedua, mereka memohon Pasal 169 huruf d UU Pemilu untuk mengatur norma tambahan, termasuk kriteria seperti "tidak pernah mengkhianati negara" dan "tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi."

Terkait dengan batas usia maksimal calon presiden dan wakil presiden, MK menyimpulkan bahwa gugatan tersebut telah kehilangan objek karena Pasal 169 huruf q UU Pemilu telah mendapatkan pemaknaan baru dalam putusan MK yang terbaru pada tanggal 16 Oktober 2023.

Sementara itu, terkait permohonan penambahan norma baru pada Pasal 169 huruf d UU Pemilu, MK berpendapat bahwa hal ini dapat menyebabkan redundansi atau kelebihan makna, yang pada akhirnya dapat mempersempit cakupan norma dasar yang ada dalam Pasal 169 huruf d UU Pemilu.

MK menegaskan bahwa Pasal 169 huruf d UU Pemilu telah mencakup makna yang sangat luas, termasuk semua jenis tindak pidana berat yang disebutkan dalam permohonan pemohon.

Oleh karena itu, MK menyimpulkan bahwa pokok permohonan para pemohon terkait Pasal 169 huruf d UU Pemilu tidak beralasan menurut hukum.

Tentu saja, penting untuk dicatat bahwa terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari Hakim Suhartoyo dalam putusan ini, yang menambah dimensi beragam dalam kasus ini dilansir dari Antara. ***

Editor: Hayyan


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah