MANDALIKA PIKIRAN RAKYAT - Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic), Ahmad Choirul Umam, menyoroti dinamika pola relasi antarcapres dalam Debat Ketiga Pemilu 2024. Ia menilai bahwa Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo cenderung bersatu menyerang Prabowo Subianto.
"Debat ketiga ini semakin mempertegas pola relasi antarcapres. Prabowo, yang telah memiliki elektabilitas yang relatif lebih terkonsolidasi, tampil bertahan; sedangkan Anies dan Ganjar terlihat kompak bersama-sama menyerang Prabowo untuk mengejar ketertinggalan basis dukungan elektabilitas mereka," ujar Ahmad di Jakarta, Senin.
Dalam penilaian Ahmad, Anies Baswedan tampak mengadopsi strategi preemptive attack dengan menyerang Prabowo secara langsung, terutama pada posisinya sebagai Menteri Pertahanan. Ia mencatat bahwa Anies seolah menjalankan strategi Tsun Tzu yang menekankan pentingnya pertahanan yang kuat.
Meskipun Anies dilihat masih terbawa suasana Debat Pertama Pemilu 2024, di mana serangannya dianggap mendapatkan poin politik lebih tinggi, Ahmad menilai penampilan mantan Gubernur DKI Jakarta itu tetap impresif. Namun, beberapa hantaman, seperti kritik terhadap lumbung pangan atau food estate, dianggap terlalu berlebihan.
Sementara itu, Ahmad memberikan penilaian positif terhadap penampilan Ganjar Pranowo yang dinilai tampil lebih tertib dengan pola konfrontasi terukur. Ganjar mampu mengelaborasi argumen tentang visi pertahanan, keamanan, dan diplomasi ekonomi secara impresif.
Ganjar juga dianggap mampu mengelaborasi basis argumen secara jelas saat menjelaskan perencanaan dan komitmen anti-korupsi dalam eksekusi kebijakan pertahanan serta penguatan infrastruktur siber nasional.
Pada sisi Prabowo Subianto, Ahmad mencatat bahwa Prabowo terpancing emosinya oleh serangan Anies, namun masih mampu menahan emosi dengan relatif baik.
Meski sempat kurang mengelaborasi substansi dan filosofi kebijakan pertahanan-keamanan dan strategi hubungan internasional secara memadai, Prabowo berhasil menampilkan strategi bertahannya saat menjelaskan turunnya indeks kinerja militer dan pertahanan serta kebijakan pertahanan sebagai hasil legislasi kolektif atas persetujuan partai pendukung.
"Dalam debat, serangan kepada lawan tentu sangat penting untuk menciptakan poin politik guna mendelegitimasi kredibilitas lawan. Namun, di saat yang sama, jika serangan itu disampaikan berlebihan, hal itu bisa berpeluang memunculkan rasa simpati publik terhadap pihak yang mendapatkan hantaman bertubi-tubi," jelas Ahmad. ***